Kesederhanaan Ali Bin Thalib I

Rabu, 29 Januari 2014 04:53 WIB | 11.451 kali
Kesederhanaan Ali Bin Thalib I Hari raya sebentar lagi akan datang. Hari yang ditunggu-tunggu semua umat Islam itu tinggal beberapa hari lagi. Di hari bahagia itu, biasanya mereka menyambutnya dengan pakaian atau perhiasan- perhiasan yang menarik. Tetapi tidak demikian halnya dengan Zaenab, putri khalifah Ali bin Abu Thalib. Ramadhan hampir berakhir, tapi belum ada sesuatu yang istimewa yang bisa dikenakannya di hari kemenangan itu. Sebagai putri seorang kepala negara yang kekuasaannya membentang luas, semestinya dia diperlakukan istimewa oleh ayah dan bundanya. Tetapi, itu tak berlaku bagi dirinya. Khalifah Ali bin Abi Thalib, sang ayah, yang terkenal zuhud tak memperkenankan anaknya berlebih-lebihan.

Meski Ali bin Abi Thalib seorang khalifah, tapi tak berarti keluarganya hidup dengan bergelimang kemewahan. Keluarga itu justru mempraktikkan hidup sangat sederhana. Tak heran, jika semua anaknya tak pernah memiliki apalagi memakai pakaian ataupun perhiasan yang mewah.

Tetapi, di hari raya tahun itu, Zaenab menginginkan sesuatu yang berbeda. Kalaupun tahun itu tak memakai pakaian yang bagus seperti tahun-tahun yang lalu, setidaknya dia bisa memakai sebuah perhiasan yang bagus. Sejenak dia ber­pikir, bagaimana caranya untuk mewujudkan impiannya itu. Tiba-tiba saja, dia teringat sebuah kalung indah yang ter­simpan di Baitul Mal. Dia sungguh ingin memakai perhiasan dari mutiara itu. Sebenarnya, dia tahu bahwa kalung itu serta harta yang ada di Baitul Mal adalah milik kaum muslimin secara keseluruhan.

Lama sekali dia berpikir supaya bisa memakai perhiasan itu. Akhirnya, dia menemukan sebuah ide yang sangat jitu. Jika memilikinya jelas tidak mungkin, sebab harganya pasti mahal. Maka, dia berpikir akan meminjam saja dari Baitul Mal dan akan dikembalikan beberapa hari kemudian.

Zaenab bergegas ke Baitul Mal dan menemui Ibnu Abi Rafi`. Dia adalah orang yang dipercaya sebagai kepala Baitul Mal. Sesampai dihadapannya, Zaenab mengutarakan maksudnya.

"Wahai Ibnu Abi Rafi`, pinjamilah aku kalung paling indah yang ada di Baitul Mal ini! Setelah lebaran, aku berjanji akan mengembalikannya!"

Ibnu Abi Rafi` tak keberatan atas permintaan putri khalifah itu. Dia berpikir tidak ada salahnya meminjami Zaenab kalung itu. Toh, nilainya tak akan berkurang. Selain itu,waktunya juga hanya beberapa hari saja.

Mendengar permintaannya dikabulkan oleh kepala Baitul Mal, hati Zaenab berbunga-bunga. Setelah mengucapkan terima kasih, dia pun langsung pulang. Sesampai di rumah, dia segera mencoba kalung itu. Lama sekali dia tertegun di depan cermin. Perhiasan itu sungguh serasi dengan postur tubuhnya.

Di saat Zaenab sedang asyik dengan perhiasannya, Ali bin Abu Thalib datang. Dia memandang putrinya dengan penuh kasih. Tetapi, ketika pandangannya melihat ke arah leher putrinya itu, dengan seketika dia melotot. Namun, sebisa mungkin khalifah ke­empat itu menahan amarahnya. Tiada dia menumpahkan amarahnya kepada putrinya sebelum per­masalahannya jelas.

"Wahai putriku, dari manakah engkau menda­patkan perhiasan itu?"

Mendengar pertanyaan ayahnya, Zaenab hanya berani menunduk. Dia sungguh takut kalau ayahnya akan marah. Dengan lirih putri kesayangan khalifah itu menjawab, "Aku mendapatkannya dari Ibnu Abi Rafi`. Aku katakan kepadanya bahwa aku ha­nya meminjamnya. Dan, setelah lebaran akan ku­kembalikan!"

 

Disadur dari buku Taubatnya Seorang Pelacur, Penerbit DIVA Press



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB