Bercerita, Sudahkah Anda Membiasakannya? (Bag. 3)

Kamis, 17 Januari 2008 10:14 WIB | 5.005 kali
Bercerita, Sudahkah Anda Membiasakannya? (Bag. 3)
Menjelajah Dunia dan Waktu
Mustofa cemberut di samping tempat tidurnya sejak setengah jam lalu. Usut punya usut ternyata Ibu melarangnya main bola karet di luar rumah bersama teman-teman. Karena Mustofa sedang demam. Alhasil Mustofa mengamuk dan tak bersedia menjawab panggilan ibu. Ayah yang sedari tadi mengamati, akhirnya ambil peran juga.

”Sholeh, sini bentar yuk,” sahut Ayah sambil melambaikan tangan. Hanya bola mata Mustofa yang mendelik. ”Ayah mau cerita tiga pemuda yang terkurung dalam gua nih”. Lima belas menit kemudian, Mustofa sudah larut dalam kisah Ayah. Di akhir kisah, Ayah berkata, ”Nah, atas rahmat Allah SWT, tiga orang tadi berhasil keluar dari gua karena masing-masing memiliki amalan unggul. Mustofa tahu nggak kenapa pemuda yang pertama didengar doanya sama Allah?”

Mustofa terdiam sesaat. Keningnya berkerut, jari telunjuk tangan kanannya mengetuk kepala berulang. Nampak lebih jenaka. ”Mmmmh, karena dia baik ama orang tuanya ya, yah?” tanya Mustofa malu-malu.

Kisah-kisah penuh hikmah, seperti kisah tiga pemuda yang terkurung di gua, pun digunakan Ustadz Khozin saat ingin menanamkan nilai pada buah hati. Tak jarang, ia juga berkisah pada anak tentang hewan. Dalam kisah, hewan-hewan tersebut diibaratkan seperti manusia dalam kehidupan dunia anak. ”Selain menanamkan nilai, kisah-kisah tersebut dapat menjadi media hiburan. Hanya saja, yang lebih banyak berkisah tentunya istri saya, karena dia yang lebih sering bersama anak,” tandas ustadz yang memiliki empat orang anak ini.

Dilla D.K., penulis yang tiga tahun terakhir memfokuskan diri menulis cerita anak, merasakan benar manfaat berkisah pada anak-anaknya. Walau kedua anaknya kini telah duduk di bangku SMP dan SMA, namun Dilla masih saja berkisah pada anak-anaknya. Dua anaknya kini menimba ilmu di Pesantren Khusnul Khatimah, Kuningan, dan saat keduanya pulang ke rumah karena libur, mereka tak pernah lupa menagih cerita pada sang Bunda. Saat melihat Sang Bunda terdiam, sontak keduanya langsung berkata, ”Bu, kok diam aja? Cerita dong”.

Dan hei, lihat, melalui kisah, bukan hanya ibrah dan penanaman nilai yang dibuat, tapi juga aspek yang lain juga menjadi dampak positif tambahan. Dilla mengaku dapat semakin dekat dengan kedua anaknya dengan sering berkisah. Ia merasa semakin saling terbuka dengan anak-anaknya, sehingga anak-anaknya otomatis akan bercerita jika memiliki masalah. Selain mendekatkan dan memperlancar komunikasi dengan anak, anak-anak Dilla yang awalnya hanya menjadi pendengar kini telah ’tertular’ menjadi anak-anak yang sering berkisah. Di Pesantren, tak jarang anaknya juga ’dikerubuti’ teman-temannya yang meminta dia untuk bercerita atau berkisah. Lewat kisah juga, anaknya lebih mudah bersosialisasi dan lebih diterima teman-temannya.

Sejak awal Dilla berkata kepada pada anaknya, ”Dengan dongeng atau kisah, kamu tak perlu bepergian ke seluruh tempat. Tapi, lewatnya, kamu bisa tahu tempat itu di seperti apa”. Ya, lewat mendengarkan kisah, kita tahu apa yang terjadi di negeri lain dan apa pula yang terjadi di masa lalu. Bercermin dan mengambil makna lewat kisah. (bersambung...)


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Potensi "Anak Nakal"
Senin, 31 Oktober 2016 09:49 WIB
Telepon Aku dong, please
Senin, 19 Januari 2015 12:19 WIB
Bermain, Apa dan Mengapa?
Senin, 19 Januari 2015 05:23 WIB