Seorang nenek berjalan seorang diri di tepian sebuah jalan raya di pinggir kota. Kendaraan beraneka jenis berlalu-lalang tanpa henti. Lajunya mengibaskan kepulan debu yang akan segera menyelimuti paru-paru. Dalam pengapnya udara berdebu itu, sang nenek tampak terhuyung keletihan.
Pada saat itulah, sebuah mobil mewah berwarna merah berhenti persis di samping si nenek. Dari dalamnya keluar seorang pengendara bersama istrinya, seorang wanita jelita. Melihat keadaan si nenek, pengendara itu mencabut dompetnya dan mengulurkan selembar uang seratus ribuan. Sementara itu, sang istri mengeluarkan dari tas modisnya segelas air minum dalam kemasan. Di luar dugaan, si nenek lebih memilih untuk meraih air minum dalam kemasan yang nilainya hanya sekitar 1500 rupiah saja. Lalu apa katanya, "Maaf, tapi airlah yang saat ini saya perlukan, karena saya sangat kehausan."
Tidak lama kemudian, si nenek terduduk dan tubuhnya mengejang, rupanya dia meninggal dunia. Innalillaahi wa inna illaihi raaji’uun. Di bibirnya tersungging sebuah senyum yang sangat indah. Insya Allah dia meninggal dalam keadaan khusnul khatimah.
Inilah fragmen indah tentang kesabaran, yaitu sebuah kemampuan untuk mengidentifikasikan dan memposisikan diri dalam keadaan terbaik. Maka, marilah kita renungkan bersama, mungkinkah si nenek akan meninggal dengan bahagia apabila dia menggenggam lembaran seratus ribuan tetapi dia merana dalam kehausan?